OMAH ROPINGEN KAMPUNG PANDEYAN KOTAGEDE: TITIK KECIL UNTUK MEMAHAMI PARADOKSALITAS SOSIOLOGI POLITIK INDONESIA. #achmadcharriszubair
Untuk mengingatkan peristiwa 30 September 1965 yang melibatkan PKI dan membawa tragedi kemanusiaan di negeri kita. Saya reposting status saya dua tahun yang lalu.
Hanya mencoba melihat sisi lain dari peristiwa yang tidak ingin terulang lagi.
Bagi yang mengenal secara dekat Tan Malaka dan atau Aidit, tahu bahwa keduanya berasal dari keluarga muslim yang taat. Bahkan DN Aidit yang sempat memimpin PKI partai dengan stigma atheispun, ada yg menyaksikan masih melakukan sholat lima waktu.
Dimasa remajanya, Aidit yang berasal dari keluarga Muhammadiyah adalah muadzin yang merdu di Masjid kampungnya Belitong. Tan Malaka bagaimanapun juga santri dari ranah Minangkabau. Bahkan Moeso merupakan anak Kyai dari Jawa Timur.
Di Kotagede, bekas ibukota Kerajaan Jawa Islam Mataram, terdapat rumah yang menyimpan catatan sejarah, yang menjadi titik awal, hiruk pikuk konflik ideologis, bahkan titik awal konflik berdarah dan menyisakan kepedihan bagi yang terlibat. Banyak kisah kisah sedih di Kotagede, juga di Indonesia, seperti perpisahan suami dengan istri, orang tua dengan anak, seseorang yang tidak bisa bekerja sebagai pegawai negeri karena hanya kerabat jauhnya terlibat PKI, dikucilkan tetangga bahkan dibully dan lain lain.
Kotagede yang dalam perang Diponegoro amat dihormati oleh tentara Belanda dan pasukan Diponegoro, untuk tidak berperang diwilayah ini. Kemudian didasawarsa kedua abad ke20, kota ini menjadi jantung Gerakan Islam modern, kota terkaya di Jawa Tengah bagian selatan saat itu. Justru menjadi tempat pertama Semaun Darsono dkk, mengadakan rapat Syarikat Islam Merah yang menjadi embriyo Partai Komunis Indonesia.
Foto. Pintu gerbang Rumah Ropingen, Kampung Pandeyan, Kota Gede, Yogyakarta, DIY - Teamtouring.net
Dirumah Ropingen kampung Pandeyan ini pernah menjadi tempat rapat yang kelak menjadi embriyo lahirnya PKI. PKI pada masa awal adalah gabungan ideologis antara gagasan serta efektifnya gerakan komunis Henk Sneevliet dengan sosialisme Islam yang diemban Syarikat Dagang Islam.
Sebelum lahir Muhammadiyah, para saudagar Kotagede seperti H Muhsin, H Masyhudi mendirikan Syarikatul Mubtadi dan juga Mardi Hartoko yang disamping menjadi wahana terjalinnya jaringan dengan Syarikat Dagang Islam juga menjadi titik penting berdirinya Muhammadiyah di Kotagede.
Bahkan H Muhsin dikenal sebagai pendonor utama bagi hoofdbestuur Moehammadijah kala itu (Dalam Ensiklopedia Muhammadiyah yang baru terbit tertulis juga nama H Mukri dari Kauman Yogyakarta sebagai pendonor).
Bahkan kedua istri Muhsin adalah kerabat KH Dahlan dari Kauman. Dahlanpun sebelum mendirikan Muhammadiyah adalah anggota Boedi Oetomo bahkan sampai akhir hayatnya. Surat al Ma'un yang sering dibaca ulang dalam pengajian Dahlan yang mendorong amal usaha, menunjukkan betapa sosialisnya ideologi Moehammadijah.
Jaringan Boedi Oetomo, Syarikat Dagang Islam, kemudian Syarikat Islam, Moehammadijah dengan organisasi lokal seperti Syarikatul Mubtadi dan Mardi Hartoko tidak hanya melahirkan jaringan formal tetapi juga jaringan persahabatan. Tokoh2 mulai Samanhudi, Dahlan, Wahidin, Cokroaminoto bersama tokoh2 lokal tentu bersahabat pula dengan Semaoen, Darsono dan juga Moeso dan kawan2.
Diijinkanlah para sahabat itu untuk berapat di jantung para sudagar kaya dan santri ini. Untuk merancang perlawanan terhadap penjajah. Juga dengan pertimbangan Kotagede merupakan wilayah yang aman tidak digrebek tentara Belanda, karena dihormati kedua kraton, dan Belanda punya kepentingan ekonomi atas wilayah ini. Jadilah embriyo PKI ditanam di Kotagede.
Paradoksalitas ini juga bisa menjelaskan mengapa dari keluarga abangan seperti Atmosudigdo dan Bahoewinangoen, lahir Rasyidi dan Kasmat yang sangat Masyumi. Dari keluarga Kalang lahir Nurriyah Shobron yang gigih membangun pesantren. Mengapa Abdul Kahar Mudzakkir dari Kotagede dan Ki Bagus Hadikusumo dari Kauman, serta Abdul Wahid Hasyim dari Jombang dll para founding fathers bisa "ikhlas" menerima perubahan 7 kata dalam Pancasila. Ketuhanan Yang Maha Esa menggantikan Ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya. Ketiganya telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional
Saya kira untuk menyelesaikan persoalan kebangsaan keIndonesiaan, kita bisa belajar dari paradoksalitas, penghormatan atas perbedaan dan persahabatan, juga kearifan orang2 tua kita dimasa lalu.
#reposting
#perankotagededalamsejarahbangsa
Artikel Sumber dari